Memoar Sidarto Danusubroto: Sisi Sejarah Yang Hilang

Memoar Sidarto Danusubroto: Sisi Sejarah Yang Hilang

Rp. 55.000

    Memoar Sidarto Danusubroto: Sisi Sejarah Yang Hilang

    Masa Transisi di Seputar Supersemar

  • Detail Buku
  • Sinopsis
Penulis: Asvi Warman Adam
Penerbit: Ombak
Jenis Cover : Softcover
Tahun Terbit : 2013, Cet. 1
Dimensi : 14.5 x 21 cm | xviii+320 halaman
Kondisi : Baru
Berat : 0.35 kg
Stok : Tersedia
Pemesanan: SMS/WA 081212-088121

Beli di: BUKALAPAK


Lahir di Pandeglang 11 Juni 1936, Sidarto Danusubroto hidup pada tiga zaman yang masing-masing mengutamakan idealisme, kekuatan, dan uang. Bersekolah di Yogyakarta, beliau masuk PTIK tahun 1955 dan kemudian melanjutkan pendidikan kepolisian ke AS tahun 1964/1965.

Beliau menjadi ajudan Presiden Sukarno saat peralihan kekuasaan pasca Supersemar yang berdampak kepada interogasi yang dialaminya selama empat tahun. Setelah terhambat sekian lama, antara lain, 7,5 tahun menjabat kolonel, secara perlahan beliau meneruskan karier kepolisian bahkan sempat dua kali menjadi Kapolda. Setelah pensiun beliau bergerak dalam bidang swasta dan peralihan kekuasaan tahun 1998 membawanya ke ranah politik sebagai anggota DPR selama tiga periode.

"Sisi sejarah yang hilang" sebetulnya ungkapan eufemisme bahwa telah terjadi manipulasi sejarah yang perlu dijernihkan kembali. Sukarno dijatuhkan dan perannya direduksi dalam sejarah Indonesia. Mengungkapkan sisi sejarah yang hilang tidak lain dari memberikan tempat yang tepat dan layak bagi Bung Karno.

Sidarto Danusubroto menjadi saksi bagaimana buruknya tindakan pemerintah terhadap seorang presiden yang masih menjabat walaupun de facto sudah nonaktif. Sukarno tidak pernah diputuskan menjadi tahanan kota bahkan tahanan rumah, namun untuk bepergian dari rumahnya di Batu Tulis di Bogor beliau harus meminta ijin kepada dua Pangdam. Pangdam Siliwangi untuk meninggalkan Bogor dan Pangdam Jaya untuk memasuki wilayah Jakarta dalam rangka berobat ke Rumah Sakit Carolus misalnya. Lebih parah lagi, sesudahnya harus menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso.

Uraian tentang Supersemar agak panjang dalam buku ini karena itu merupakan titik balik perubahan kekuasaan di republik ini. Bagian lain mempersoalkan kenapa wajah Sukarno pada saat proklamasi kemerdekaan dihilangkan pada sebuah buku yang ditulis sejarawan yang juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam terjemahan buku Cindy Adams terdapat dua paragraf yang tidak ada pada buku asli dalam bahasa Inggris yang mengadu domba Sukarno dengan Hatta dan Sjahrir. Siapa yang menambahkan dua alinea tersebut? Sidarto juga mengingatkan bahwa Trikora dicanangkan Presiden Sukarno di Yogyakarta dan setelah itu memang terjadi operasi militer, namun peran diplomasi yang dijalankan Sukarno sangat menentukan terutama dengan memainkan kartu Uni Soviet dan Amerika Serikat sehingga Belanda tidak berkutik.

Pada 10 Desember 1967 saat menjadi ajudan presiden yang ketika itu sudah mengalami penahanan, beliau menerima buku dari Bung Karno yang diberi catatan dengan tulisan tangan "Untuk sdr. Sidarto, dalam edisi Indonesia dari buku ini, saya menulis: Man Totet den Geist nicht (Freeiligrath), yang arti(nya): Djiwa, idee, ideologi, semangat, ta'dapat dibunuh" Sukarno, 10/12-67.

logoblog

Instagram